Saat itu waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB. Kereta kami tiba tiba berhenti. Dan suara pengumuman menyadarkan kami bahwa kami telah sampai di Semarang. Antara bahagia dan shock. Bahagia karena penderitaan selama di perjalanan dengan tidak mendapatkan posisi tidur yang nyaman telah berakhir. Shock karena kami akan melalui malam yang lebih panjang dengan tidur ngegembel di stasiun Poncol, Semarang. Aku sempat bingung dengan jadwal tiba kami di Semarang yang begitu cepat. Tiket kereta kami tertuliskan dengan sangat jelas bahwa kami akan tiba di Semarang pukul 01.00 WIB, dan dengan keadaan ini aku sedikit lega karena kami tidak harus mengalami penderitaan lanjutan yang lebih lama di Semarang. Namun, Tuhan berkehendak lain. Mental kami sebagai seorang pejalan lagi lagi kembali diuji. "Oh Tuhan,, Tolong Baim Tuhan", jerit ku dalam hati. Dan dengan berat pantat akhirnya aku bergegas menggendong kembali cariel raksasku, diikuti dengan teman teman lainnya. Setelah berpamitan dengan teman baruku Mila, akhirnya kami berjalan menyusuri gerbong kereta untuk menemukan pintu keluar. Dan aku lupa bercerita bahwa aku membawa sebuah gitar yang kurencanakan bisa menenangkan ku saat tidur dalam tenda di tepi pantai nanti. Dan sekarang gitar itu kutitipkan sementara pada Ezza sebagai alat penguji kesabarannya saat dalam perjalanan panjang nanti sampai Karimun Jawa.
Setelah berjalan menyusuri gerbong kereta, akhirnya kami menemukan pintu keluar. Kami melompat satu per satu. Diawali oleh Lingga yang menjadi icon Lelaki kekar diantara yang lainnya, diikuti oleh Ezza, aku, kemudian Hendra yang selalu menjadi pengamat kami dari belakang. Kami berjalan menyusuri rel kereta dan mencari cari pasangan Trip ini yakni Reni dan Jaya. Belum tampak batang hidung nya. Aku sempat berpikir mereka tertidur dalam kereta. Tapi tiba tiba dari kejauhan tampaklah warna baju Couple mereka. Warna yang menjadi simbol dari keserasian hubungan mereka,,wkwkwkw. Dan kami pun berjalan bersama memasuki stasiun. Semuanya duduk di lantai yang sangat dingin. Aku mulai merasakan awal yang gak mengenakkan dari nasib kami malam ini. Udara kota Semarang sangat dingin kala itu. Udara nya mampu menusuk hingga tulang tulang persendian kami. Dan sementara reni dan Jaya yang ke toilet membasuh muka mereka agar tidak terlalu suntuk, aku pun mulai gerasak gerusuk melihat sekeliling ku untuk menemukan tempat yang akan menjadi saksi bisu dari peristirahatan kami malam ini. Di dalam stasiun itu yang tampak hanya deretan kursi panjang dari ujung ke ujung. Aku pikir, bisalah itu menjadi kursi penolong kami untuk malam ini. Tapi ternyata yang lainnya tidak sepemikiran dengan ku. Mereka lebih memilih keluar dari stasiun untuk menemukan suasana yang bisa membuat otak mereka berpikir jernih, akan kemana kah kaki kami akan melangkah selanjutnya.
Aku memutuskan untuk menjadi pengikut saja malam itu. Mereka melangkah keluar dari stasiun dan kemudian menyebrang jalan. Dan ternyata mereka berhenti di sebuah warung makan di pinggir jalan. Aku pikir mungkin mereka akan memberikan hak terlebih dahulu untuk perut mereka. Karena ketika perut sudah terisi, biasanya energinya akan tersampaikan ke otak dan mereka akan bisa berpikir jernih untuk menentukan arah nasib kami malam ini. Tapi tiba tiba Ezza melarang kami untuk memasuki warung makan itu. Aku bertanya dalam hati, apa yang membuat hati ezza tergelitik untuk tidak memperbolehkan kami masuk dalam warung itu. Dan ternyata alasannya adalah "Teman teman biasanya warung deretan pertama dekat stasiun itu memasang tarif yang biasa nya tidak wajar dari warung warung di sebelahnya (alias mahal) ". Gubrak,,shock dengar alasan ini. Tapi sebagai seorang backpacker alasan itu masih bisa kami terima. Terima kasih ezza yang telah menyelamatkan uang ribuan kami yang mungkin menjadi selisih dari ketidakwajaran harga itu. Dan akhirnya kami pun melanjutkan berjalan ke warung deretan berikutnya, dan akhirnya kami menemukan warung yang menurut terawangan ezza tampaknya warung itu mempunyai harga yang rendah dibandingkan yang lainnya. Akhirnya kami pun bergegas memasuki warung kaki lima itu. Cepat cepat kami memesan makanan, tapi sebelumnya tak lupa kami menanyakan harga nya terlebih dahulu. Ya iyalalah ini adalah awalan yang penting saat kamu memasuki sebuah warung yang terletak dekat stasiun. Daripada kamu nanti kagetnya belakangan. Ada baiknya kami memiliki perencanaan budget dari awal,,hahhaha.
Kami pun memesan makanan. Aku,Lingga,Ezza, dan Jaya memesan menu yang sama yakni nasi+Cumi. Hanya minuman yang berbeda. Kenapa menu kami sama ?? Ini adalah imbas dari kelatahan kami saat Lingga memesan menu pertama itu, akhirnya kami pun dengan tidak sadar mengikuti menu yang dia pesan. Hanya Hendra yang memesan menu berbeda dari kami, yakni nasi + Ayam yang berkuah. Dan ada baiknya juga karena kami bisa saling mencicipi menu,,hahaa. Reni gak memesan makan, ini karena dia masih dalam program diet pikir ku. Setelah kami menyantap makanan dengan lahap ditemenai dengan tontonan horor Indonesia yang merupakan film porno yang disamarkan, akhirnya tibalah waktu nya kami mengeluarkan budget pertama kami untuk makan. Harga seragam, dan tiba tiba Hendra panik. Kenapa ?? karena ternyata dompetnya ketinggalan di Kereta. Mungkin itu salah satu karma karena saat makan tadi dia mencoba untuk membully aku. Kami semua pun ikut panik, kami menyarankan dia untuk mencarinya dengan teliti di tas kecilnya. Dan dia tiba tiba teringat dengan Mila yang menjadi teman ngobrol ku semalaman di kereta. Dia pun meminta no Hp nya padaku, karena sebelumnya kami sempat tuker tukeran no Hp. Dia langsung menelponnya. Blaa..blaaa, akhirnya Hendra kembali sumringah. Karena ternyata dompetnya tertinggal di kereta dan ditemukan oleh Mila. Dan untung nya keretanya belum jalan. Akhirnya Hendra bergegas masuk kembali ke stasiun dan menemui Mila sang dewi Penolongnya. Tak selang berapa lama dia kembali dengan utuh bersama dompetnya. Alat yang akan menjadi penolong nya untuk melanjutkan trip ini hingga Karimun.
Hari semakin malam. Saat perut dan pikiran telah stabil kembali, kami pun berunding untuk menentukan dimanakah kami akan menghabiskan waktu malam ini. Dan setelah berunding dengan cukup alot, akhirnya kami memutuskan untuk tidur di stasiun dan besok pagi paginya berangkat ke Jepara. Akhirnya dugaanku terjawab. Kami akan mengahabiskan waktu malam ini dengan beralaskan koran dan ditemani suara suara pengumuman dari stasiun. Tapi tak apalah, mulut ini tak kuasa lagi untuk menggerutu. Maka aku akan benar benar menikmati perjalanan kali ini, karena aku adalah seorang "Pejalan Sejati". Kami pun meminta beberapa koran bekas dari pemilik warung. Tadinya kami berniat membelinya, tapi tampaknya pemilik warung mengerti dengan kondisi kami saat itu dan akhirnya dia memberikan kami dengan cuma cuma alias gretongan. Sungguh bapak yang mulia hatinya. Setelah mendapatkan cukup koran untuk menjadi pengalas tidur kami malam ini, akhirnya kami pun beranjak dari tempat yang telah mengisi ke kosongan perut kami ke tempat yang akan menguras nutrisi dari makanan yang baru terisi dalam perut kami. Dan aku tetap tabah.
Setelah sampai di staisun, kami memilih satu blok untuk dipakai bersama kami tidur. sebenernya masih banyak blok yang kosong. Tapi demi semangat kebersamaan, akhirnya kami memutuskan untuk hanya menggunakan satu blok saja. Blok itu lebih mirip ruko kecil untuk pedagang. Aku khawatirnya setelah bangun pagi pagi besok kami diusir oleh pemilik blok. Miris benar, seperti pemandangan yang sering aku lihat dalam sinetron sinetron saat pengemis diusir oleh pemilik toko karena tidur di teras tokonya. Tapi aku masih tetap tabah kok. Dan setelah menyusun tas kami dengan rapi, kami pun mulai menggelar koran dan menyusunnya dengan rapi agar tak ada bagian yang tidak tertutupi oleh koran. Maklum lantainya sangat dingin dan udara nya pun tak bersahabat. Setelah selesai kami pun mulai mencari posisi masing masing yang enak untuk tidur. Aku, Reni, dan Ezza tidur sejajar di deretan bawah. Sementara di atas kepala kami ada Lingga dan Jaya. Dan Hendra memilih untuk tidur di bangku luar ditemani oleh nyamuk nyamuk yang siap menjadikannya korban malam ini.
Saat Kami Menyusun Koran Untuk Dijadikan Alas Tidur
Suasana Saat Ngemper di Stasiun Poncol
Kami pun mencoba untuk tidur. Aku merasa agak tenang, karena nampaknya aku benar benar akan bisa tidur berkualitas malam ini. Ya karena aku sudah mendapat posisi tidur yang enak. Tapi saat aku akan mulai bermimpi yang menjadi awal penanda jika kamu akan bisa tidur berkualitas, tiba tiba Lingga mendengkur.ZZZZZZZ. Suara dengkuran pertamanya masih bisa aku maklumi, tapi kemudian dengkuran itu mulai meninggi seperti Mariah Carey yang tiba tiba mengambil nada dengan oktaf 8. Dan aku pun memutuskan untuk meninggalkan tempat yang tadinya telah memberikan posisi tidur yang nyaman dan berpindah ke bangku tempat Hendra tidur. Aku berpikir bisa mendapatkan ketenangan tidur saat berpindah ke luar, tapi nyatanya tiba tiba suara dentingan lagu dangdut sayup sayup kudengar dan kemudian membesar dengan volume maksimal. Dan akhirnya aku pun lagi lagi menyerah dengan keadaan itu, dan aku mulai mengambil gitar dan memainkannya sampai subuh. Suatu upaya untuk bisa membuat keadaan seimbang. Dimana jika aku tidak bisa tidur lelap, maka yang lainnya pun harus mengalami nasib yang sama denganku. Tapi nampaknya itu tidak berhasil, karena ternyata mereka adalah keturunan keboo. Tapi aku masih bisa tidur menjelang subuh walau hanya beberapa menit, tapi lumayan lah . Ibarat Power bank, bisa untuk mencharge satu kali.
Labels: backpacker, kisah, semarang, style, travelling